Salah satu hal yang paling diidam-idamkan pegawai negeri sipil (PNS)
adalah bisa menikmati uang pensiun tiap bulan pada hari tua. Nanti
pegawai swasta pun bisa menikmati hal serupa.
Direktur Utama
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G.
Masassya mengatakan, pemberian uang pensiun tiap bulan merupakan
ketentuan yang berlaku mulai 1 Juli 2015 seiring dengan beroperasi
penuhnya BPJS Ketenagakerjaan. ”Skemanya persis seperti uang pensiun
PNS,” ujarnya seusai rapat di Kantor Presiden, Kamis (4/6).
Sesuai
dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), seluruh
perusahaan wajib mendaftarkan karyawan/pekerjanya menjadi anggota BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015. Jika tidak, direksi atau
pemilik perusahaan terancam pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 1
miliar.
Karena itu, papar Elvyn, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
memanggil Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan manajemen BPJS
Ketenagakerjaan untuk meminta laporan kesiapan pihaknya. Dalam pertemuan
tertutup selama 1,5 jam mulai pukul 09.00 tersebut, Elvyn menyampaikan
bahwa seluruh infrastruktur BPJS Ketenagakerjaan sudah siap. ”Tinggal
beberapa hal yang menunggu keputusan pemerintah,” katanya.
Apa
itu? Salah satu yang utama adalah besaran iuran yang harus dibayar
perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Hingga saat ini, BPJS
Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengusulkan
opsi iuran sebesar 8 persen dari gaji pokok. ”Perinciannya, 5 persen
dibayar perusahaan, 3 persen dibayar pekerja,” tutur Elvyn.
Namun,
pengusaha menilai angka iuran itu terlalu besar dan meminta untuk
diturunkan menjadi hanya 1,5 persen. Sementara itu, dari Kementerian
Keuangan (Kemenkeu), muncul opsi jalan tengah sebesar 3 persen. ”Berapa
pastinya akan diputuskan dalam ratas (rapat terbatas kabinet, Red).
Rencananya besok (hari ini, Red),” ujarnya.
Menurut Elvyn, iuran 8
persen yang diusulkan BPJS Ketenagakerjaan sudah dikaji dengan matang.
Dengan iuran itulah, institusi yang dulu bernama Jamsostek tersebut bisa
memberikan manfaat jaminan hari tua yang cukup besar bagi pensiunan
pekerja swasta. ”Hitungan kami, (tetap dapat uang pensiun tiap bulan)
sampai anak selesai kuliah,” papar dia.
Dalam skema jaminan hari
tua BPJS Ketenagakerjaan, pekerja swasta yang pensiun di usia 56 tahun
akan mendapat uang pensiun senilai 40 persen dari rata-rata gaji bulanan
saat bekerja. Uang tersebut akan dibayarkan tiap bulan. Jika pensiunan
pekerja meninggal, uang pensiun dibayarkan kepada istri atau jandanya.
Jika
kemudian sang istri meninggal, uang pensiun dibayarkan kepada anaknya
sampai usia 23 tahun. Batas usia itu ditetapkan dengan asumsi sang anak
sudah menyelesaikan pendidikan strata 1 (S-1). Bagaimana bila anak lebih
dari satu? ”Uang pensiun akan diberikan sampai anak ketiga berusia 23
tahun,” jelas dia.
Elvyn menambahkan, skema tersebut dapat
dinikmati pekerja yang masa iurannya minimal sudah 15 tahun. Sebagai
gambaran, jika saat ini pekerja berusia 41 tahun dan ikut program BPJS,
saat pensiun di usia 56 tahun pada 2030 berhak mendapat uang pensiun
tiap bulan.
Lalu, bagaimana bila masa iuran tidak sampai 15
tahun? Misalnya, seorang pekerja saat ini sudah berusia 45 tahun
sehingga saat pensiun di usia 56 tahun pada 2016 baru ikut iuran selama
11 tahun. Pekerja seperti itu, papar Elvyn, tidak mendapat uang pensiun
tiap bulan. ”Tapi akan langsung mendapat uang pensiun senilai iuran yang
sudah dibayar plus pengembangannya (bunga atau hasil investasi, Red),”
tambah dia.
Elvyn menegaskan, skema manfaat uang pensiun tersebut
dibuat dengan acuan nilai iuran 8 persen. Karena itu, jika nanti
akhirnya pemerintah memutuskan besaran iuran yang berbeda, nilai manfaat
jaminan hari tua yang bakal dibayarkan juga bisa berubah.
Namun,
hingga saat ini BPJS Ketenagakerjaan belum bersedia menyebutkan skema
nilai manfaat yang akan diterima pensiunan pekerja swasta jika iuran
yang dibayar lebih rendah daripada 8 persen. ”Berapa pun iuran yang
diputuskan pemerintah, kami akan kelola dengan baik agar bisa memberikan
manfaat maksimal untuk pekerja,” ujarnya.
Elvyn juga belum
bersedia membeber beberapa skema pensiun. Misalnya pembayaran untuk
pekerja yang tidak pensiun di usia 56 tahun, melainkan 50 tahun.
”Bagaimana detailnya, nanti ada dalam PP (peraturan pemerintah), akan
keluar dalam waktu dekat,” ucap dia.
Menaker Hanif Dhakiri
menambahkan, besaran iuran yang saat ini masih menjadi tarik ulur juga
menjadi perhatian Presiden Jokowi. Presiden, lanjut dia, meminta agar
penentuan besaran iuran tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi yang
tengah melambat, namun juga harus bisa memberikan manfaat bagi pekerja.
”Akan dicari angka yang pas, nanti presiden yang putuskan,” tegas dia.
Wakil
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Iftida Yasar
mengatakan, iuran 8 persen yang diusulkan BPJS Ketenagakerjaan tidak
bisa diterima oleh pelaku usaha. ”Itu sangat memberatkan,” katanya.
Iftida,
yang juga aktif di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai
anggota komite tetap bidang tenaga kerja, menyebutkan, dengan asumsi
iuran minimal dibayarkan 15 tahun, selama itu pula BPJS Ketenagakerjaan
hanya menerima dana dan mengakumulasikannya dalam bentuk instrumen
investasi. ”Jadi, kalau iurannya 1,5 persen saja, nilainya sudah besar,”
ucapnya.
Karena itu, Iftida meminta pemerintah bersikap bijak
dalam menentukan besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, lanjut dia,
dalam kondisi ekonomi yang tengah melambat seperti saat ini, pelaku
usaha sudah harus berpikir keras untuk sekadar bertahan. ”Kalau masih
harus bayar iuran 8 persen, bisa kolaps nanti,” ujarnya.
Hal
senada disampaikan Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ernovian G.
Ismy. Menurut dia, jika pemerintah tetap memberlakukan iuran BPJS
Ketenagakerjaan sebesar 8 persen, pada akhirnya pengusaha akan
membebankan ke harga jual produk. ”Akibatnya, daya saing produk turun
atau pengusaha pilih mengurangi karyawan,” ucap dia.
0 Komentar untuk "Dengan BPJS Ketenagakerjaan, Pensiunan Swasta Bisa Dapat Gaji seperti Pensiunan PNS"